Hanya Zombie yang Kupercaya

Hari pertama sebuah tahun di era 90-an.

Paginya saya menonton film “God Must Be Crazy” di RCTI bersama 14 orang sepupu saya yang datang dari Medan, Siantar, dan Jakarta untuk merayakan tahun baru. Entah apa yang lucu dari menertawakan orang-orang di Afrika sana dengan segala ketidakberadaban mereka (kalau dilihat dari kacamata kita yang merasa beradab). Peristiwa kematian George Floyd di Amerika Serikat baru-baru ini dan demonstrasi anti-rasis yang tak kunjung usai membuat saya tiba-tiba teringat film ini.

Sedikit nostalgia, film tersebut adalah film wajib pada tanggal 1 Januari dari stasiun televisi swasta pada dekade itu. Film wajib lainnya adalah, tentu saja, deretan panjang film-film Warkop DKI tanpa faedah dengan cewek-cewek bahenolnya.

Pada malam harinya ada film “Omen” yang ditayangkan oleh stasiun TV yang sama. Jaman dulu belum ada internet, belum ada Imdb, belum ada Wikipedia untuk membaca sinopsis dan mengetahui rating-nya. Saya ikut menonton bersama sepupu-sepupu yang lebih tua dan saya sangat menyesal sampai hari ini.

Film itu mengerikan sekali. Kerasukan, pengusiran setan, kekejian adalah tiga hal yang membuat saya cukup trauma. Walaupun saya menontonnya dari balik selimut dan berkali-kali menutupi mata dengan bantal, suara keras dari adegan-adegan seram yang sedang berlangsung tidak bisa saya abaikan begitu saja.

Sejak saat itu saya anti film horor, termasuk film Mandarin yang menampilkan Boboho yang katanya lucu karena lompat-lompat seperti vampir (atau pocong ya?). Saya ogah melihat semuanya itu. Film horor tidak menghibur saya sama sekali. Buat apa membayar untuk ditakut-takuti? Rugi.

Lain niat, lain kenyataan, ya kan.

Pada tahun 2007 ketika tidak ada film Hollywood yang bertengger di bioskop, pergilah saya menonton film horor Indonesia bersama pacar yang sekarang menjadi suami. Film yang kami tonton adalah “Hantu Jeruk Purut”. Lebih menjengkelkan daripada seram sih karena akting para pemainnya yang, OMG, seperti baru banget lulus SMA dan lulus casting.

Beberapa tahun lalu suami saya cuti kerja dan mengajak saya menonton film “Annabelle” sambil menunggu waktu menjemput anak-anak pulang dari sekolah. Oya, saya belum bilang ya bahwa suami saya ini penggemar film horor dan dia bisa dengan mudah melupakan keseraman film-film yang dia tonton.

Sepanjang dan sesudah film dia bisa asyik dan dengan enteng menganalisa tata lampu, tingkat keseramaan, sesajen sebelum syuting, dan lain-lain. Sedangkan saya bisa terbayang-bayang sampai dua minggu usai menonton sebuah film horor yang menyeramkan, ataupun tidak begitu menyeramkan.

Jadi, begitu saya kecemplung di drakor wonderland saya berkomitmen untuk TIDAK menonton drama/film Korea dari genre ini. Aneh juga ya, saya bisa tahan mengikuti alur drama/film thriller, tidak mengedipkan mata waktu teka-teki pembunuhan sedang dipecahkan, tapi saya langsung mengkerut waktu tahu ada hantu/setan/vampir/makhluk halus lainnya yang ditampilkan.

Lain niat, lain kenyataan, ya kan. (2)

Gara-gara kesengsem sama So Ji Sub, saya sempat menonton dramanya yang berjudul “Master’s Sun”. Ceritanya, SJS terlibat dengan seorang wanita yang bisa melihat dan membantu hantu-hantu yang masih berkeliaran di bumi karena belum tenang. Nama wanita itu adalah Tae Yang, alias matahari. Sedangkan SJS berperan sebagai pemilik sebuah mal yang dihantui.

Saya lupa detail drama ini, yang pasti saya masih mengingat hantu-hantu yang muncul. Okelah, tampang mereka yang seram hanyalah efek dari bedak putih tebal dan eyeliner hitam, tapi tetap saja mereka menyeramkan! Setelah itu saya berkomitmen untuk jauh-jauh dari genre ini.

Lain niat, lain kenyataan, ya kan. (3)

Saya ini orang yang tidak mudah kapok ternyata. Setelah “Master’s Sun” saya memberanikan diri menonton drakor zombie berjudul “Kingdom” Season 1 dan 2. Apa pasal? Ju Ji Hoon alasannya. Beginilah kalau menonton drakor karena melihat aktornya; genre seperti apa pun akan saya libas karena bias saya ada di dalam drakor/film itu.

Sebelum menonton “Kingdom” saya menonton drakor ber-genre hukum berjudul “Hyena”. Ju Ji Hoon adalah male lead-nya, seorang pengacara ambisius yang bucin terhadap seorang pengacara wanita galak yang berasal dari kelas sosial lebih rendah. Setelah menonton drama itu reaksi saya cuma ada dua:

1. Waw, siapa Oppa ini? Gue ke mane aje?

2. Dia main di drama/film apa lagi ya?

Dari jaman Song Joong Ki (2016) sampai jaman Ju Ji Hoon (2020) saya selalu begini kalau menemukan bias baru.

Nah sebelum menonton “Kingdom” saya baca lengkap tuh Wikipedia dan semua ulasannya. Saya mulai menonton dengan takut-takut. Bakal ada zombie sih dan pasti bakal menyeramkan, tapi ada Ju Ji Hoon, jadi bagaimana dong?

Ya, Ju Ji Hoon menang, Saudara-saudara.

Dijamin, saya bakal menutup mata ketika ada adegan gigit-menggigit dan darah bertumpahan. Tapi, tapi, kan serba salah kalau darah itu tertumpah karena Ji Hoon Oppa sedang mengayunkan pedangnya dan terlihat sangat keren? Akhirnya saya buka lagi mata saya dan menikmati drama tentang zombie, yang sebenarnya menceritakan lebih dari zombie.

Di dalam salah satu wawancara sebuah majalah dengan Ju Ji Hoon, dia mengeluarkan pernyataan menarik: “Kingdom adalah tentang manusia yang kehilangan kemanusiaannya karena mereka lapar. Yang Anda lihat di layar televisi adalah zombie yang dulunya manusia. Mereka menjadi zombie karena ada mantan manusia lain yang lapar dan harus makan. Ini juga yang dilihat oleh sutradara dari balik kamera.”

Selain tentang zombie yang mencari mangsa karena mereka lapar, drama ini juga tanpa sengaja relevan dengan kondisi dunia pasca pandemi Covid-19 diumumkan. Kota-kota di dalam drama ini mengalami lockdown, akses keluar masuknya terputus supaya zombie tidak masuk ke dalam kota dan menginfeksi manusia lain. Oleh karena lockdown ada keterbatasan bahan pangan, ada ekonomi yang mati, ada para pemimpin yang kebingungan dan gagal mengambil keputusan, semuanya sangat merepresentasikan kondisi kita saat ini.

Menilik zombie yang muncul di “Kingdom” mau tak mau dan lama kelamaan saya tertawa. Warna merah darah yang tadinya begitu menyerupai aslinya perlahan-lahan lebih cenderung ke warna ungu, apalagi di dua episode terakhir dari Season 2. Apa karena keterbatasan budget produksi? Pembuatan drama ini memang menelan biaya yang bukan main karena kompleksitas setting tempat, wardrobe, dan ribuan figuran yang dipakai.

Walhasil gara-gara “Kingdom” suami saya mau lagi menonton drakor. Tak disangka dia suka sekali drama ini sampai-sampai mengulangnya sebanyak tiga kali lagi. Tentu saja saya setia menemaninya menonton karena ada Ji Hoon Oppa, Saudara-saudara. Enough said.

Di pengulangan ke-2 sampai ke-4 kami skip banyak adegan sih. Adegan-adegan yang kami pasti ulang adalah yang ada Master Ahn, guru dari Pangeran Chang (Ji Hoon), dan pertempuran terakhir dengan para zombie di kolam belakang istana kerajaan. Ketika Pangeran Chang meninju berkali-kali permukaan kolam yang membeku menjadi es supaya semua zombie jatuh ke dalam air, di situ darah kami berdesir. Drama/film Korea memang tidak ada lawannya soal mempercantik sebuah adegan biasa.

Setelah “Kingdom” suami saya ingin menonton film horor Korea lainnya. Berhubung penayangan film “Train to Busan 2” dan drama “Kingdom Season 3” belum jelas, saya ajak dia menonton film “Alive” yang dibintangi oleh Yoo Ah In dan Park Shin Hye yang akan tayang sebentar lagi. Semoga ditayangkan juga di Netflix ya, saya enggan mengakses situs ilegal.

Waktu menonton trailernya dia sangat tertarik karena zombie di dalam film itu mirip dengan di dalam “Kingdom”. Yang pasti mereka berbeda dengan zombie ala Hollywood di dalam serial “The Walking Dead”, sebuah serial yang kami tinggalkan karena keruwetannya sudah menyaingi sinetron “Tersanjung” 1 sampai 6 (atau lebih?).

Hanya zombie yang kupercaya. Pandemi cepatlah berlalu. “Kingdom” Season 3 cepatlah datang.

PS: Ulasan saya tentang “Kingdom” dan perbandingannya dengan “Crash Landing on You” bisa dibaca di sini.

Dannnn … chingudeul saya juga punya pendapat berbeda-beda tentang drakor yang mereka jauhi. Simak yuk!

Manda chingu

Ima chingu

Gita chingu

Deya chingu

Asri chingu

Lala chingu

Dwi eonni

DK chingu

Nas chingu

14 thoughts on “Hanya Zombie yang Kupercaya

  1. Aku baca postingan ini langsung pusing dan mual. Dari awal bahasannya horor, sadis, dan darah. Semua yang aku hindari dalam tontonan dan tulisan tersaji lengkap di sini. Hahahhhaa ampun dah 🤣

    Liked by 1 person

Leave a comment